Emas merupakan salah satu komoditas dengan harga pasar yang cenderung naik secara signifikan setiap tahunnya. Oleh karena itu emas, tidak hanya dikoleksi sebagai perhiasan semata, namun juga menjadi salah satu tren investasi jangka panjang yang paling banyak diminati orang-orang masa ini. Meskipun nilai emas cukup fluftuatif terhadap nilai rupiah dan mata uang asing, namun apabila dilihat dalam skala jangka panjang, nilai emas selalu mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
Disamping itu, Bitcoin muncul sebagai pesaing emas yang tidak kalah menarik dalam satu dekade terakhir. Sejak tahun 2009, Bitcoin muncul sebagai mata uang kripto pertama yang kemudian dikenal secara luas sebagai salah satu instrument investasi yang tidak kalah menjanjikan bagi masyarakat global.
Jika emas disebut sebagai “safe haven” yang nilainya cenderung stabil, maka Bitcoin sering dijuluki sebagai “emas digital” dengan potensi keuntungan besar sekaligus risiko yang tinggi. Variasi harga Bitcoin memang membuat banyak orang ragu, namun tak sedikit pula investor yang berhasil meraup cuan besar darinya. Lantas, bagaimana kinerja keduanya dalam 10 tahun terakhir?
Perbandingan Harga Emas dan Bitcoin dalam 10 Tahun Terakhir
Sepanjang satu dekade terakhir, data menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok antara pergerakan harga emas dan Bitcoin. Tahun 2016 misalnya, harga emas berada di kisaran USD 37,01 per ons atau setara sekitar Rp592 ribu, sementara Bitcoin masih sangat rendah, yaitu USD 963,74 atau sekitar Rp15,4 juta. Namun, dalam waktu singkat, lonjakan Bitcoin jauh melampaui emas.
Puncaknya terjadi pada tahun 2025, di mana harga Bitcoin tembus hingga USD 116.252,31 atau setara Rp1,86 miliar per 1 BTC. Sebaliknya, emas hanya berada di level USD 107,27 per ons atau sekitar Rp1,7 juta. Artinya, dalam periode 10 tahun, Bitcoin mengalami lonjakan ribuan kali lipat dibanding emas yang pertumbuhannya relatif lebih stabil.
Meskipun begitu, emas tetap menunjukkan konsistensi sebagai instrumen investasi jangka panjang. Dari Rp592 ribu per ons di tahun 2016, kini nilainya sudah mencapai Rp1,7 juta per ons pada 2025, hampir tiga kali lipat kenaikan dalam satu dekade. Emas membuktikan reputasinya sebagai aset “safe haven” dengan fluktuasi yang lebih rendah, berbeda dengan Bitcoin yang harganya bisa naik-turun ekstrem dalam waktu singkat.
Perlu dipahami juga bahwa angka yang tertera dalam tabel bukanlah harga satuan terkecil dari emas maupun Bitcoin. Harga emas biasanya dihitung per troy ounce (oz), di mana 1 oz setara dengan 31,1 gram. Jadi, jika masyarakat ingin membeli emas dalam jumlah kecil, biasanya tersedia mulai dari 1 gram dengan harga yang disesuaikan.
Sementara itu, harga Bitcoin ditampilkan dalam bentuk 1 BTC (Bitcoin penuh). Namun, masyarakat tidak harus membeli satu koin penuh karena nilainya sangat besar. Bitcoin bisa dibeli dalam pecahan kecil, bahkan hingga satuan terkecil bernama satoshi, di mana 1 BTC = 100 juta satoshi. Inilah yang membuat Bitcoin tetap terjangkau bagi investor kecil, meskipun harga per 1 BTC sudah mencapai miliaran rupiah.
Misalnya, jika seseorang memiliki 1 Satoshi, maka nilainya sangat kecil karena setara dengan 0,00000001 Bitcoin. Apabila harga 1 Bitcoin berada di angka Rp1.000.000.000, maka 1 Satoshi hanya bernilai Rp10 saja. Dengan begitu, untuk bisa mendapatkan Rp100.000, seseorang membutuhkan 10 juta Satoshi.
Sebagai perbandingan, bila dikonversi ke emas, 1 gram emas saat ini bernilai sekitar Rp1.200.000. Artinya, untuk bisa membeli 1 gram emas menggunakan Bitcoin, seseorang membutuhkan sekitar 120 juta Satoshi (atau 1.200.000 ÷ 10 = 120.000.000 Satoshi).
Dari ilustrasi ini, terlihat jelas bahwa Satoshi adalah unit pecahan terkecil dalam Bitcoin. Nilainya memang sangat kecil, tetapi ketika jumlahnya banyak, ia bisa dikonversikan menjadi sesuatu yang nyata dan berharga, seperti emas atau bahkan aset lain. Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya Bitcoin dan pecahan Satoshi dalam dunia keuangan digital.
Dengan kata lain, emas dan Bitcoin sama-sama memiliki mekanisme pecahan agar bisa diakses berbagai kalangan. Bedanya, emas sudah familiar dalam bentuk gram, sedangkan Bitcoin lebih fleksibel dengan sistem desimal digitalnya.
Dalam 9 tahun terakhir, nilai Bitcoin melonjak drastis dari Rp15,4 juta per BTC pada 2016 menjadi Rp1,86 miliar per BTC di 2025, atau tumbuh hampir 120 kali lipat dengan kenaikan sekitar +11.955%. Sebaliknya, emas bergerak lebih stabil dari Rp592 ribu per ons pada 2016 menjadi Rp1,716 juta per ons pada 2025, meningkat sekitar 3 kali lipat atau +190%. Kesimpulannya, emas tetap konsisten sebagai aset safe haven dengan kenaikan yang stabil, sementara Bitcoin menawarkan potensi keuntungan jauh lebih tinggi meski disertai risiko yang besar.
Investasi Emas atau Bitcoin?
Selain perbandingan dari sisi harga, penting juga untuk melihat fungsi dan persepsi masyarakat terhadap emas dan Bitcoin. Emas sejak ribuan tahun lalu sudah digunakan sebagai alat tukar, simbol kekayaan, hingga cadangan devisa negara. Maka wajar jika hingga saat ini, emas dianggap sebagai aset yang lebih aman dan stabil. Sementara itu, Bitcoin meski baru hadir sekitar satu dekade lebih, langsung mencuri perhatian karena sifatnya yang terdesentralisasi, transparan, dan tidak dikontrol oleh otoritas manapun. Hal ini membuat Bitcoin bukan hanya dipandang sebagai instrumen investasi, tetapi juga sebagai revolusi dalam sistem keuangan global.
Dari sisi adopsi, emas sudah lebih dulu dipercaya lintas generasi, sementara Bitcoin masih menghadapi tantangan regulasi dan tingkat penerimaan masyarakat yang belum merata. Namun, potensi ke depannya tetap sangat besar, mengingat semakin banyak perusahaan besar dan institusi keuangan yang mulai menerima Bitcoin sebagai bagian dari portofolio investasi mereka.
Baca juga: Emas Masih Jadi Investasi Populer Publik Indonesia