[BERITA69]

Terdapat 6 literasi dasar, yaitu baca-tulis, numerasi, sains, finansial, digital, dan aspek kewarganegaraan. Dari keenam literasi dasar tersebut, literasi yang paling dasar untuk dibangun adalah membaca dan menulis. 

Jika dilihat dari data Programme for International Student Assessment (PISA), pada 2019 Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara. PISA adalah sebuah studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. 

Sementara itu, berdasarkan data asesmen nasional pada 2021, satu dari dua murid di Tanah Air belum mencapai kompetensi literasi membaca dan menulis. Artinya, 50 persen murid Indonesia tidak mampu menyerap informasi walaupun hanya secara singkat dan sederhana. 

Pria yang dikenal sebagai Wahyudi Aksara, seorang content creator edukasi dengan puluhan ribu followers di sosial media ini menuturkan bahwa Indonesia sudah hebat untuk menuntaskan buta aksara, namun masih belum menanamkan nilai membaca. 

“Untuk mampu menulis, siswa harus gemar membaca terlebih dahulu,” ucapnya.

“Nah, dari membaca, perbendaharaan kosakata mereka (siswa) banyak. Ide-ide dan inspirasi itu akhirnya tumbuh dari sana. Bukan murid kita itu tidak kreatif, mereka hanya kurang bahan bakar, bahan bakarnya adalah bacaan,” tutur Wahyudi. 

Dari deret diksi, untuk proses menginterpretasi dibutuhkan pemahaman yang sangat mendalam untuk berpikir kritis. Ketika para siswa ingin membuat sesuatu, mereka harus membaca berbagai literatur yang ada untuk memahami, membandingkan, menganalisis, mengimplementasikan, hingga akhirnya dapat mengkreasikan dan mencipta. 

[BERITA69]