[BERITA69]

Pada satu titik, delegasi dari negara-negara miskin dan negara-negara kepulauan kecil keluar karena frustrasi dengan kurangnya inklusi dan kekhawatiran bahwa negara-negara penghasil bahan bakar fosil berusaha melemahkan aspek-aspek kesepakatan.

KTT tersebut langsung ke inti perdebatan tentang tanggung jawab keuangan negara-negara industri, yang penggunaan bahan bakar fosilnya secara historis telah menyebabkan sebagian besar emisi gas rumah kaca, untuk memberi kompensasi kepada negara lain atas kerusakan yang semakin parah yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Hal ini juga mengungkap perpecahan antara pemerintahan negara kaya yang dibatasi oleh anggaran domestik yang ketat dan negara-negara berkembang yang terhuyung-huyung akibat biaya penanggulangan badai, banjir, dan kekeringan.

Selain itu, negara-negara di konferensi COP29 juga menyepekati terkait aturan untuk pasar global guna membeli dan menjual kredit karbon yang disebut dapat memobilisasi miliaran dolar ke dalam proyek-proyek baru untuk membantu memerangi pemanasan global, mulai dari reboisasi hingga penerapan teknologi energi bersih.

Anggota Konferensi COP29 juga tengah mencari pendanaan untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris guna membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Saat ini, dunia sedang berada di jalur pemanasan hingga 3,1 Celsius pada akhir abad ini, menurut laporan Kesenjangan Emisi PBB 2024, dengan emisi gas rumah kaca global dan penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat.

Editor: Aditya Pratama

[BERITA69]