Masyarakat Indonesia digemparkan oleh isu panas mengenai tunjangan perumahan anggota DPR yang berhasil memicu demonstrasi besar-besaran serentak hampir di seluruh daerah di Indonesia. Adanya aksi protes besar-besaran tersebut disinyalir terjadi karena adanya kenaikan tunjangan DPR yang semakin tinggi.
Masyarakat gencar menyampaikan beberapa tuntutan yang dirangkum dalam poin-poin krusial yang kemudian dikenal sebagai 17+8. Saat ini, publik juga turut ikut menyoroti tunjangan rumah anggota DPRD DKI yang tidak kalah bombastis yakni diketahui sebesar Rp70 juta. Lantas, apa saja keuntungan yang didapatkan DPRD? Simak data berikut ini.
Mengenal Tunjangan DPRD
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki berbagai sumber penghasilan dan tunjangan yang diatur secara legal melalui Peraturan Pemerintah dan aturan daerah. Tunjangan ini merupakan bagian dari hak finansial pimpinan dan anggota DPRD yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta kewenangan internal DPRD.
Dasar Hukum dan Transparansi Penghasilan DPRD
Penghasilan dan tunjangan anggota DPRD diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017. Regulasi ini memastikan adanya standar nasional terkait hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Transparansi penghasilan anggota DPRD menjadi isu penting, apalagi saat ini banyak DPRD yang membuka rincian gaji dan tunjangan mereka untuk publik guna mengurangi kecurigaan adanya penggunaan fasilitas yang bukan haknya dan meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat.
Komponen Tunjangan DPRD
Adapun menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017, berikut adalah komponen penghasilan dan tunjangan anggota DPRD yang pajaknya dibebankan oleh APBD diantarannya adalah Uang Representasi yang merupakan komponen utama penghasilan DPRD.
Ketua DPRD provinsi sendiri menerima uang representasi setara dengan gaji pokok gubernur, sedangkan ketua DPRD kabupaten/kota setara dengan bupati/walikota. Wakil ketua dan anggota DPRD menerima presentase tertentu dari uang representasi tersebut.
DPRD juga sempat menerima Tunjangan Keluarga dan Beras, dimana besaran tunjangan keluarga dan beras tersebut mengikuti ketentuan bagi pegawai aparatur sipil negara. Selanjutnya ada juga uang paket sebesar 10% dari uang representasi yang diterima anggota DPRD.
Kemudian tunjangan jabatan dari uang representasi, tunjangan alat kelengkapan dan lainnya yang diberikan kepada anggota DPRD yang duduk di berbagai badan sekaligus dengan presentase yang berbeda antara ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota biasa.
Yang tidak kalah menarik, DPRD juga turut mengantongi tunjangan komunikasi intensif dan Reses, dimana tunjangan tersebut diberikan sesuai kemampuan keuangan daerah, untuk menunjang kinerja anggota DPRD.
Selain itu, terdapat tunjangan kesejahteraan seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pakaian dinas, serta bagi pimpinan DPRD disediakan rumah negara, kendaraan dinas, dan belanja rumah tangga. Anggota DPRD juga mendapat tunjangan transportasi dan rumah negara serta perlengkapannya .
Tunjangan Anggota DPRD DKI Jakarta
Di DPRD DKI Jakarta, total kompensasi anggota dewan bahkan bisa mencapai Rp106,5 juta per bulan bila dijumlahkan dari berbagai komponen seperti tunjangan perumahan, komunikasi intensif, jabatan, dan uang representasi. Namun jumlah tersebut tidak sepenuhnya diterima bersih oleh anggota dewan.
Dari total penerimaan kotor Rp106,5 juta, terdapat berbagai potongan hingga Rp46,07 juta, meliputi sejumlah pajak dan potongan wajib setiap bulan. Meskipun demikian, beberapa anggota DPRD mengaku penghasilan bersihnya berkurang karena potongan iuran partai dan kontribusi lainnya.
Tunjangan Rumah Anggota DPRD DKI Jakarta
Belakangan ini tunjangan rumah bagi anggota DPRD DKI Jakarta menjadi sorotan publik karena nilainya yang cukup fantastis yakni mencapai Rp70,4 juta per bulan bagi anggota DPRD biasa dan hingga Rp78,8 juta bagi pimpinan DPRD. Besaran ini diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 415 Tahun 2022 dan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 serta Peraturan Gubernur DKI Jakarta.
Tunjangan rumah ini diberikan dengan narasi bentuk inisiatif pemerintah daerah yang belum mampu menyediakan rumah jabatan bagi pimpinan DPRD sehingga dikompensasi dengan tunjangan perumahan. Nilai tunjangan rumah yang sangat tinggi ini memicu protes besar-besaran dari masyarakat dan menjadi bahan evaluasi keras di tingkat DPRD DKI Jakarta.
Fraksi-fraksi DPRD DKI kemudian sepakat merevisi aturan tunjangan perumahan tersebut agar lebih rasional dan sesuai asas kepatutan serta kewajaran. Gubernur DKI Jakarta juga menunggu hasil keputusan DPRD terkait evaluasi tunjangan ini. “Ya sudah ada kesepakatan (untuk direvisi) fraksi-fraksi di DPRD DKI Jakarta,” ucap Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta, Judistira Hermawan, pada Minggu (7/9) seperti dikutip dari detik.com.
Rincian Total Penghasilan DPRD
Fenomena tunjangan meledak ini tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, sejumlah daerah lain seperti Depok, Jawa Barat, dan Kota Tangerang juga ikut memberlakukan tunjangan perumahan untuk anggota DPRD dengan nominal ratusan juta rupiah, yang turut memicu perdebatan publik terkait keadilan sosial dan pengalokasian anggaran daerah untuk kesejahteraan rakyat.
Selain tunjangan rumah dengan nominal meriah, anggota DPRD juga menerima beberapa penghasilan lain yang tidak kalah fantastis jumlahnya, yang apabila dijumlahkan bisa mencapai puluhan hingga lebih dari seratus juta rupiah per bulan.
Contohnya, untuk DPRD Kabupaten/Kota rata-rata total penghasilan saja sudah berkisar Rp36 juta hingga Rp45 juta per bulan yang terdiri dari uang representasi, tunjangan jabatan, tunjangan reses, tunjangan keluarga, beras, transportasi, dan komunikasi.
Massa Kembali Memanas
Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi atau AMPSI, sempat menggelar aksi dengan tuntutan transparansi tunjangan rumah sebesar 70 juta rupiah beserta seluruh pendapatan DPRD DKI lainnya, pada Kamis 4 September lalu. Demonstran menuntut kejelasan mengenai kenikmatan apa saja yang dapat dikantongi pihak-pihak tersebut dari kantong rakyat.
Ada tiga tuntutan utama yang disampaikan pada hari itu. Diantarannya adalah meminta transparansi dan evaluasi gaji serta tunjangan DPRD DKI Jakarta yang dinilai lebih besar dari pada DPR RI, menuntut penurunan sekaligus penghapusan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta yang dianggap berlebihan dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, dan mendesak dilakukannya audit menyeluruh terhadap laporan keuangan BUMD DKI Jakarta, khususnya Darma Jaya, Pasar Jaya, Food Station, PAM Jaya, dan Jakpro.
Aksi ini berhasil ditenangkan dengan hadirnya pimpinan DPRD DKI Basri Baco yang kemudian berjanji untuk melakukan evaluasi terkait dengan tunjangan rumah anggota dewan sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh masyarakat. Ia juga menyampaikan bahwa semua fraksi sepakat untuk melakukan peninjauan lebih lanjut.